B. POKOK
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN SALAFIAH
Orang-orang
saleh terdahulu itu menjadi generasi terbaik karena benar-benar menjalankan
Islam secara menyeluruh dan utuh. Mereka tidak hanya saleh secara ritual,
melainkan juga saleh secara sosial. Jadi selain taat beribadah, juga rendah
hati, jujur, penuh toleransi dan cinta damai. Karena itu kalau ada orang yang
mengaku salafi, tetapi suka mencela, merasa paling benar, sombong, suka
bermusuhan, dan mengkafir-kafirkan orang lain, dan
dia itu bukanlah orang salafi. Pengertian salafiah menurut terminologi dan etimologi :
a. Terminologi
Salafah ( سلفي ) adalah
salah satu aliran dalam agama Islam yang
mengajarkan syariat Islam secara murni tanpa adanya tambahan
dan pengurangan, berdasarkan syariat yang ada pada generasi Muhammad dan para sahabat, setelah mereka dan orang-orang setelahnya.
Dalam buku yang berjudul Ghazali And The Poetics Of
Imagination, karya Ebrahim Moosa, Salafy adalah sebuah gerakan paham politik Islamisme yang mengambil leluhur (salaf) dari
patristik masa awal Islam sebagai paham dasar.[1]
b. Etimologi
Kata "Salaf"
adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" ( السلف الصالح ), yang berarti "terdahulu". Dalam terminologi Islam,
secara umum digunakan untuk menunjuk kepada tiga generasi terbaik umat muslim: Sahabat, Tabi'in, Tabi'ut tabi'in. Ketiga generasi ini dianggap sebagai contoh
bagaimana Islam dipraktikkan.[2]
Awal penggunaan istilah Salafy yang muncul di dalam
kitab Al-Ansab karangan Abu Sa'd Abd al-Kareem al-Sama'ni, yang meninggal pada
tahun 1166 (562 dari kalender Islam). Di bawah untuk masuk dalam pemikiran
al-Salafi ujarnya, "Ini merupakan pemikiran ke salaf, atau pendahulu, dan
mereka mengadopsi pengajaran pemikiran berdasarkan apa yang saya telah
mendengar."[3]
Salafy melihat tiga generasi pertama
dari umat Islam, yaitu Muhammad dan sahabat-sahabatnya, dan dua generasi
berikut setelah mereka, Tabi'in dan Taba 'at-Tabi'in, sebagai contoh bagaimana
Islam harus dilakukan. Prinsip ini berasal dari aliran Sunni, hadits Nabi
Muhammad:
“Orang-orang dari generasi yang
terbaik, maka orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian mereka yang
mengikuti kedua (yakni tiga generasi pertama dari umat Islam). Salafy umumnya
menisbatkan kepada Mahdzab Imam Ahmad Bin Hambali dan kemudian rujukan
pemikiran Ibnu Taimiyah. maka Salafy masih dikategorikan Ahlusunnah Wal
Jama'ah” .
|
Pokok ajaran dari ideologi dasar
Salafi adalah bahwa Islam telah sempurna dan selesai pada waktu masa Muhammad
dan sahabat-sahabatnya, oleh karena itu tidak dikehendaki inovasi yang telah
ditambahkan pada abad nanti karena material dan pengaruh budaya. Paham ideologi
Salafi berusaha untuk menghidupkan kembali praktik Islam yang lebih mirip agama
Muhammad selama ini
Salafisme juga telah digambarkan
sebagai sebuah versi sederhana dan pengetahuan Islam, di mana penganutnya
mengikuti beberapa perintah dan praktik.
Salafy sangat berhati-hati dalam
agama, apalagi urusan Aqidah dan Fiqh. Salafy sangat berpatokan kepada
Salafussholeh. Bukan hanya masalah agama saja mereka perhatikan, tetapi masalah
berpakaian, salafy sangat suka mengikuti gaya berpakaian seperti zaman
salafussholeh seperti memakai gamis bagi laki-laki atau memaki celana
menggantung, dan juga memakai cadar bagi beberapa wanita salafy.[4]
Salafy juga terkadang digunakan
untuk merujuk dengan paham Wahhabi meskipun yang kedua lebih dapat
dijelaskan sebagai sub-aliran, Penganut Salafy biasanya menolak istilah ini
karena dianggap bersifat merugikan karena mereka percaya bahwa Muhammad ibn Abd
al-Wahhab tidak mendirikan pengajaran agama baru dalam pemikiran atau
penggambaran diri.
Para pengikut Salafy memperlakukan
Muhammad ibn Abd-al-Wahhab hanya sebagai seorang pemikir besar dalam agama
Islam, sebuah fakta yang dikonfirmasikan oleh mereka menutup ketaatan kepada
ajaran doktrinal. Biasanya, penganutnya dari gerakan Salafy menjelaskan dirinya
sebagai "Muwahidin," "Ahl Hadis," atau "Ahl
at-Tauhid." [5]
2. LATAR BELAKANG MUNCULNYA GERAKAN SALAFIAH
Salafiyah merupakan aliran yang mempertahankan prinsip
dan sikap Nabi Muhammad Saw. para sahabat, tabi’in dan tabi’-tabi’in dalam memahami ajaran agama.
Hal tersebut terlihat pada pokok-pokok pikirannya, baik dalam bidang aqidah,
muamalat, maupun ilmu pengetahuan. Aliran ini kemudian dikembangkan oleh dua
orang tokoh, yaitu Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab. Keduanya adalah
murid dan guru, sehingga banyak kesamaan, khususnya terkait dengan masalah
aqidah. Bedanya terletak pada ruang lingkup bid’ah dan cara yang ditempuh dalam
menyebarkan paham Salafiyah. Ibnu Taimiyah melalui dakwah dan tulisan,
sementara Muhammad bin Abdul Wahab bekerjasama dengan pemerintah setempat. Maka
dari itu, bahasan utama dalam materi ini adalah kedua tokoh tersebut, namun
sebelumnya di uraikan sejarah aliran Salafiyah dan pokok-pokok pikirannya
secara umum.
Salaf artinya terdahulu dan Ahlu
Salaf adalah orang-orang yang terdahulu. Ada yang mengatakan bahwa mereka
adalah sahabat-sahabat Nabi dan golongan Muhajirin dan Anshar yang mengikuti
Sunnah Nabi. Hal ini didasarkan pada QS. Al Taubah :100
وَالسَّابِقُونَ
الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ
تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ
الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu (Muhajirin dan Anshar yang
pertama) dan mereka mengikuti orang-orang itu dalam segala kebaikannya, semua
diridhai Allah dan mereka pun ridha kepada Allah, yang menyediakan bagi
orang-orang itu surga, dengan sungai-sungai yang mengalir, semua mereka akan
abadi menempatinya. Itulah suatu kejayaan yang besar”
Ada pula yang mengatakan bahwa
mereka adalah yang hidup 300 tahun sejak masa Nabi. Hal ini disebabkan pada
hadis Nabi :“Sebaik-baik kamu adalah kurunku, kemudian yang berikutnya,
kemudian yang berikutnya lagi”. Tiga masa tersebut adalah masa sahabat, tabi’in
dan tabi’ tabi’in. Sedang penentuan 100 tahun kurun (masa) didasarkan pada
cerita bahwa Rasulullah pernah berkata: “Moga-moga hiduplah engkau selama satu
kurun, (sambil mengusap kepala seorang anak)”. Ternyata dalam penyelidikan,
anak tersebut hidup seratus tahun. Meskipun demikian, tidak ada catatan sejarah
yang menunjukkan secara pasti kapan istilah Salaf digunakan. Akan tetapi,
istilah tersebut di hubungkan dengan golongan ulama yang ingin menghidupkan
kembali sifat-sifat Nabi dan sahabat-sahabatnya serta mengamalkannya dengan
harapan kejayaan dan kemurnian Islam kembali.
Salafiyah dihidupkan oleh Ibnu
Taimiyah, karena pada saat itu, umat Islam mengalami era kemunduran atau zaman
Taklid. Ajaran Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia. Kaum Muslim pun
dihadapkan pada situasi dan tantangan intelektual baru yang beragam. Tentu
saja, tantangan itu harus segera direspons dengan solusi yang sesuai dengan
nilai-nilai ajaran Islam.[6]
‘’Selain menggunakan Alquran, umat Islam juga
menggunakan pemikiran rasional untuk menjelaskan konsep dan doktrin Islam,”[7] ungkap John L. Esposito dalam
Ensiklopedi Oxford. Kaum Muslim menggunakan teknik itu untuk menjelaskan
berbagai persoalan, seperti eksistensi Allah, sifat ilhahi, sifat Alquran,
hingga menjawab pertanyaan apakah Allah akan terlihat di surga.
Setelah wafatnya Khalifah Usman bin
Affan pada 35 H/656 M, konflik di kalangan umat Islam mulai menajam. Kontrovesi
terkait berbagai topik, seperti iman, status orang berdosa, sifat tindakan
manusia, kebebasan dan tekad, serta keimaman telah melahirkan beragam aliran
teologi, seperti Qadiriyah, Jabariyah, Shifatiyah, Khawarij, dan Muktazilah.
Munculnya beragam mazhab teologi itu
pun memantik perseteruan di antara para pengikutnya. ‘’Kondisi itu mengundang
keprihatinan Ahmad Ibnu Hanbal, pendiri mazhab keempat Sunni,’’ papar Esposito.
Sehingga, Ibnu Hanbal didapuk sebagai juru bicara salafiyah klasik.
Ia menginginkan agar umat Muslim
segera kembali kepada ajaran Islam yang murni dan sederhana berdasarkan
Alquran, Sunah, dan hadis para salaf.[8]
Istilah Salafi, menurut sebagain kalangan, pertama kali muncul dalam
kitab Al-Ansaab karya Abu Saad Abd al-Kareem al-Sama'ni, yang meninggal pada
562 H/1166 M.
Sebagai seorang juru bicara Salafi klasik, Ibnu Hanbal
telah meletakkan sejumlah doktrin Salafiyah. Pertama, keutamaan teks wahyu di
atas akal. Menurutnya, tak ada kontradiksi antara wahyu atau kitab suci dan
akal. Kedua, menolak disiplin kalam (teologi). Salafiyah memandang
persoalan yang diangkat mazhab-mazhab teologi sebagai sesuatu yang bidah.
Ketiga, Ibnu Hanbal menekankan pentingnya ketaatan
ketat kepada Alquran, Sunah, dan konsensus (ijmak) para leluhur yang saleh.
‘’Ibnu Hanbal memagang Alquran dan ajaran Nabi SAW sebagai sumber otoritatif
dalam memahami masalah agama,’’ tutur guru besar untuk bidang Agama dan
Hubungan Internasional pada Universitas Georgetown, Amerika Serikat itu.
Seiring bergilirnya waktu, pendekatan Salafiyah mulai
berevolusi dalam menangani berbagai masalah yang dihadapi umat Islam. Gerakan
Salafiyah lalu dihidupkan lagi oleh Ibnu Taimiyah, ulama dan pemikir Muslim
yang hidup di antara abad ke-13 dan ke-14 M.
Salafiyah dihidupkan oleh Ibnu Taimiyah, karena pada
saat itu, umat Islam mengalami era kemunduran. Terlebih, setelah kota
Baghdad, ibu kota Kekhalifahan Abbasiyah dihancurkan bangsa Mongol dalam
sebuah invasi pada 1258 M. Dunia Islam yang selama tujuh abad sebelumnya
bersinar mulai mengalami kegelapan.
Dunia Islam mengalami kemunduranalam berbagai bidang,
baik pemikiran keagamaan, politik, sosial, maupun moral. Kezaliman merajarela,
penguasa tak berdaya, dan para ulama tak bias berijtihad secara murni lagi.
Saat itu, umat Islam berada dalam zaman Taklid.
Masa Taklid disebut para sejarawan dan pemikir Islam sebagai masa kemunduran. Pada pertengahan abad ke-13 M itu, masyarakat Muslim banyak yang menjadi penyembah kuburan, nabi, ulama, dan tokoh-tokoh tarekat. Mereka berharap berkat anbia (para nabi) dan aulia (para wali).
Kaum Muslimin pada era kemunduran itu cenderung
meninggalkan Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Masyarakat Islam pada waktu itu
terjebak pada perbuatan syirik dan bidah dan lebih percaya pada khurafat
(menyeleweng dari akidah Islam) dan takhayul. Kondisi itulah yang membuat Ibnu
Taimiyah tergerak untuk menghidupkan gerakan Salafiyah.[9]
Ibnu Taimiyah berpendapat, tiga generasi awal Islam,
yaitu Rasulullah Muhammad SAW dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi
yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi
yang mengenal langsung para Tabi'in adalah contoh terbaik untuk kehidupan
Islam. Ketiga generasi kaum Muslimin itu biasa disebut sebagai kaum Salaf.
Doktrin yang menonjol dari gerakan Salafiyah yang
dihidupkan Ibnu Taimiyah antara lain: pintu ijitihad selalu terbuka sepanjang
masa; taklid atau ikut-ikutan tanpa mengetahui sumbernya diharamkan; diperlukan
kehati-hatian dalam berijtihad dan berfatwa; perdebatan teologis (kalamiah),
seperti Muktazilah, Jahamiyah dan lainnya dihindarkan; ayat Alquran dan hadis
yang mutasyabihat (tak jelas menunjuk pada satu arti) tak ditafsirkan dan
tidak ditakwilkan.
Gerakan Salafiyah juga dikenal sebagai gerakan Tajdid
(pembaharuan). Ada pula yang menyebutnya, gerakan Islah (perbaikan) dan gerakan
Reformasi. Tak heran, jika Ibnu Taimiyah ditabalkan sebagai Bapak Tajdid, Bapak
Islah, Bapak Reformasi, serta bapak Pembaharuan dalam Islam.[10]
Sejak saat itu, gerakan Salafiyah mulai menyebar ke
berbagai penjuru dunia. Di era pramodern, yakni abad ke-18 M, gerakan Salafiyah
kembali dihidupkan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) lewat Wahhabiyah.
Gerakan itu lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi umat yang sedang
mengalami kehancuran, baik secara moral dan sosial.
Gerakan serupa juga turut mempengaruhi lahirnya
Sanusiyah dan Mahdiyah. Bahkan, di luar Arab muncul gerakan Usuman Dan
Fodio (1754-1817) di Nigeria. Selain itu, ada pula gerakan Ahmad Sirhindi
(1564-1624), dan Sayyid Ahmed Barelwi (1786-1831) di Anak Benua India. Mereka
menggelorakan persatuan Islam, pemurnian agama, serta reformasi moral dan
sosial.
3. TOKOH-TOKOH GERAKAN SALAFIAH
Berikut ini merupukan beberapa tokoh gerkan
salafiah:
a. Imam Ahmad bin Hanbal
Ia adalah
seorang ulama dan intelektual Muslim terpenting dalam sejarah peradaban Islam.
Umat Islam di Indonesia biasa menyebutnya Imam Hambali. Sosok ahli fikih
pendiri Mazhab Hambali itu begitu populer dan legendaris. Namun, ulama yang
hafal satu juta hadis dan selalu tampil bersahaja itu tak pernah ingin apalagi
merasa dirinya terkenal.
Ahmad bin
Hanbal dikenal sebagai ulama yang berotak brilian. Kecerdasannya diakui para
ulama besar di zamannya. Penulis sederet kitab penting bagi umat Islam itu juga
dikenal sebagai seorang ulama yang berilmu tinggi, saleh, dan berakhlak mulia.
Kemuliaan yang ada dalam diri Imam Ahmad bin Hanbal telah membuat guru-gurunya
kagum dan bangga.
Imam Syafi'i
menjuluki muridnya itu sebagai imam dalam delapan bidang. Imam dalam
hadis, Imam dalam fikih, Imam dalam bahasa, Imam dalam Alquran, Imam dalam
kefakiran, Imam dalam kezuhudan, Imam dalam wara', dan Imam dalam sunah. Ia
terlahir di Merv, Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal
tahun 164 H. Ia tutup usia di baghdad pada 12 Rabi'ul Awal tahun 241 H, di
usianya yang ke-77.
b.
Ibnu
Taimiyah
Ibnu
Taimiyah adalah ulama dan pemikir Islam yang disegani karena ketokohan dan
keluasan ilmunya. Ia telah menulis ribuan buku. Ia dijuluki beragam gelar,
seperti Syaikhul Islam, Imam, Qudwah, 'Alim, Zahid, Da'i, dan lain
sebagainya.[11]
Ia bernama
lengkap Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidir bin Muhammad bin
Taimiyah An-Numairy al-Harrany al-Dimasyqy. Terlahir di Harran, sebuah kota
induk di Jazirah Arabia yang terletak di antara sungai Dajalah (Tigris) dan
Efrat, pada Senin, 12 Rabi'ul Awal 661 H (1263 M).
Ketika masih
berusia belasan tahun, Ibnu Taimiyah sudah hafal Alquran dan mempelajari
sejumlah bidang ilmu pengetahuan di Kota Damsyik kepada para ulama-ulama
terkenal di zamannya. Dia kemudian menjadi Bapak Pembaharuan Islam lewat
gerakan Salafiyah yang dikembangkannya.
c.
Ibnu Qayyim
Al-Jauziyah
Nama
lengkapnya Muhammad bin Abi Bakar bin Ayub bin Sa'ad Zur'i ad-Damsyiq. Ulama
besar ini lebih dikenal dengan sebutan Ibnul Qayyim al-Jauziyah. Ia adalah
seorang ulama, ahli tafsir, penghafal Alquran, ahli nahwu, usul fikih, ilmu
kalam, dan juga seorang mujtahid (ahli fikih) kenamaan.
Tak cuma
itu, Ibnul Qayyim al-Jauziyah dikenal pula sebagai seorang cendekiawan Muslim
dan ahli fikih kenamaan dalam mazhab Hanbali yang hidup pada abad ke-13 Masehi.
Ulama yang bergelar Abu Abdullah Syamsuddin ini dilahirkan di Damaskus, Suriah
pada 691 H/1292 M, dan wafat pada 751 H/1352 M. Ia merupakan murid Ibnu
Taimiyah yang sangat fanatik.
d. Jamaluddin Al-Afgani
Nama
lengkapnya adalah Jamaluddin al-Afgani as-Sayid Muhammad bin Shafdar al-Husain.
ia lebih dikenal dengan Jamaluddin al-Afgani. Dunia Islam mengenalnya sebagai
seorang pemikir Islam, aktivis politik, dan jurnalis terkenal. Kebencian
al-Afgani terhadap kolonialisme menjadikannya perumus dan agitator paham serta
gerakan nasionalisme dan pan-Islamisme yang gigih, baik melalui pidatonya
maupun tulisan-tulisannya.
Di tengah
kemunduran kaum Muslimin, al-Afgani menjadi seorang tokoh yang amat
mempengaruhi perkembangan pemikiran dan aksi-aksi sosial pada abad ke-19 dan
ke-20. Ia dilahirkan di Desa Asadabad, Distrik Konar, Afganistan pada tahun
1838, al-Afgani masih memiliki ikatan darah dengan cucu Rasulullah SAW, Husain
bin Ali bin Abi Thalib. Pada tahun 1879, al-Afgani membentuk partai politik
dengan nama Hizb al-Watani (Partai Kebangsaan).
e. Muhammad Abduh
Nama
lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Ia Dilahirkan di
desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1849 M dan wafat
pada 1905 M. Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah
belajar Alquran. Pada usia 12 tahun, ia telah hafal kitab suci Alquran.
Ketika
menjadi mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang
ulama' besar sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Jamaluddin Al Afghani,
dalam sebuah diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik kepada pemikiran
Jamaluddin Al Afghani dan banyak belajar darinya. Al-Afghani banyak
mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh.
f. Rasyid Ridha
Ia bernama
lengkap Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni
Al-Husaini. Namun, dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Muhammad Rasyid
Ridha. Ia lahir di daerah Qalamun (sebuah desa yang tidak jauh dari Kota
Tripoli, Lebanon) pada 27 Jumadil Awal 1282 H bertepatan dengan tahun
1865 M.
Selain
menekuni pelajaran di sekolah tempat ia menimba ilmu, Rasyid Ridha juga rajin
mengikuti beberapa perkembangan dunia Islam melalui surat kabar Al-'Urwah
Al-Wusqo (sebuah surat kabar berbahasa Arab yang dikelola oleh Jamaluddin
Al-Afghani dan Muhammad Abduh, dan diterbitkan selama masa pengasingan mereka
di Paris).
Melalui
surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaru yang sangat
dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaru dari
Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaru dari Mesir. Ide-ide brilian
yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan
kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu.
g. Sir Sayid Ahmad Khan
Sir Sayid
Ahmad Khan dikenal sebagai seorang tokoh pembaru di kalangan umat Islam India
pada abad ke-19. Dia dilahirkan di India pada 1817. Nenek moyangnya
berasal dari Semenanjung Arab yang kemudian hijrah ke Herat, Persia (Iran),
karena tekanan politik pada zaman dinasti Bani Umayyah.
4. SALAFIAH DI ERA MODERN
Salafiyah modern
merupakan gerakan reformasi berdimensi agama, budaya, sosial, dan politik yang
didirikan Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada awal abad ke-20 M. Memasuki
abad ke-19 M, dunia Islam benar-benar terpuruk. Hampir seluruh dunia Muslim
berada dalam cengkraman penjajahan. Umat Islam benar-benar terjebak pada taklid
buta dan mengalami kejumudan dalam berbagai bidang, baik pendidikan, sosial,
politik, dan budaya.[12]
Di tengah
kondisi dunia Islam yang benar-benar terbelakang itu, Jamaludin Al-Aghani
(1839-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905) menghidupkan dan mendirikan
Salafiyah modern. Menurut John L Esposito, Salafiyah modern berbeda
dengan di era klasik.
‘’Salafiyah
modern intinya bersifat intelektual dan modernis serta tujuannya lebih
beragam,’’ papar Esposito. Yang jelas, Jamaludin Al-Afghani lewat gerakan
Salafiyah yang didirikannya mencoba untuk mengembalikan Islam pada bentuk
murninya, dan mereformasi kondisi moral, budaya, dan politik Islam.
Esposito
mendefiniskan Salafiyah sebagai gerakan reformasi berdimensi agama, budaya,
sosial, dan politik yang didirikan Jamaludin Al-Afghani dan Muhammad Abduh pada
awal abad ke-20 M. ‘’Gerakan ini bertujuan memperbarui kehidupan Muslim dan
berdampak formatif pada banyak pemikir dan gerakan Muslim di seluruh Dunia
Muslim,’’ ujar guru besar untuk bidang Studi Islam di Universitas Georgetown,
Amerika Serikat itu.
Kedua tokoh
gerakan salafiyah itu mencoba untuk menjembatani jurang antara Islam historis
dan modernitas. Lewat cara itulah, Al-Afghani dan Abduh melawan stagnasi,
kehancuran moral, depotisme politik, dan dominasi asing. Pada masa itu,
supremasi Barat yang sangat besar, sehingga dunia Islam cenderung
termarjinalkan.
Lewat
tulisan-tulisannya yang dimuat di jurnal al-Urwah Al-Wustha, yang diterbitkan
Afghani pada dan Abduh pada 1884, kedua tokoh reformis Islam itu berupaya
menyadarkan umat Islam yang sedang terpuruk. Menurut mereka, keterpurukan
peradaban Islam tak terletak pada ajarannya.[13]
Peradaban
Islam justru terpuruk lantaran inflistasi konsep dan praktik asing, disitegrasi
umat Islam, dan praktik despotisme politik (pemerintahan dengan kekuasaan
politik absolut). Dalam pandangan mereka, distrorsi keyakinan Islam yang paling
dasar telah membuat umat Islam bersikap pasrah, pasif, dan tunduk pada kekuatan
Barat.
Akibatnya,
umat Islam mengalami stagnasi dan dilanda peniruan buta olah para ulama
tradisionalis. Masalah yang akut itu, dipandang Afghani dan Abduh, sebagai
penghambat kemajuan Islam. Tak hanya itu. Penyakit sosial dan moral itu juga
menjadi penjegal bagi dunia Islam untuk mengejar dan meraih kemerdekaan.
Agar dunia
Islam tak tunduk kepada Barat, Afghani mencoba menegaskan validitas Islam pada
masa modern dan membuktikan kesesuaiannya dengan akal dan ilmu pengetahuan.
‘’Bagi Afghani dan Abduh, Islam memberi fondasi kemajuan kepada kaum Muslim,’’
tutur Esposito.
Keduanya
membuka mata umat Islam bahwa Islam memuliakan dan menegaskan kedaulatan
manusia di bumi. Islam juga memberati kaum Muslim dengan tauhid, dan juga
mendukung pencarian pengetahun dan kemajuan. Langkah yang dilakukan tokoh-tokoh
pengusung gerakan Salafiyah modern adalah mengembalikan kebanggaan Muslim akan
agama mereka.
Selain itu,
memuluskan jalan untuk reinterpretasi islam sesuai dengan modernitas dan
melegitimasi pengambilan sebagai prestasi ilmiah dan tekonologi Barat. Menurut
Esposito, reinterpretasi Islam yang digulirkan Afghani dan Abduh itu telah
membentuk prinsip besar kedua dari Salafiyah modern.
Seperti para
pemikir Salafiyah klasik, pendukung Salafiyah modern juga tetap menekankan arti
penting tauhid, pemurnian keyaknian dan praktik Muslim dari penambahan, serta
pemulihan bentuk Islam yang murni.
Abduh
merangkum tujuan Salafiyah sebagai berikut: ‘’Membebaskan pemikiran dari
belenggu taklid, dan memahami agama sebagaimana dipahami para leluhur sebelum
munculnya perpecahan; berpaling kembali, dalam memperoleh pengetahuan agama ke
sumber pertamanya, dan menimbangnya dalam neraca akal manusia.
Para
reformator modern, kata Esposito, juga meyakini bahwa Alquran adalah
firman Allah yang tidak tercipta, dan menolak penafsiran esoterik dari
ayat-ayatnya. Meski berusaha kembali kepada Alquran, sunah dan hadis
sahih, Salafiyah modern berupaya membuat sintesis antara teks dengan
akal.[14]
‘’Mereka
menganggap wahyu dan akal sepenuhnya harmonis,’’ ujar Esposito. Jika
tampak ada kontradiksi, mereka menggunakan akal untuk menafsir ulang teksnya.
Dalam menafsirkan Alquran, Salafiyah modern mencoba mengaitkannya dengan
kondisi masa kini.
Pendekatan
itu dipandang turut membangkitkan pesan Alquran, memulihkan relevansinya, dan
membuatnya menjadi lebih mudah dipahami masyarakat Muslim awam. Dengan
menekankan kembali kepada sumber fundamental islam, para pemikir salafiyah
mencoba untuk membuka kembali potensi ijtihad.
Fondasi
ketiga Salafiyah modern adalah reformasi yang bersifat komprehensif dan
berangsur-angsur. Pendidikan menjadi batu tolak bagi rencana reformasi yang
digulirkan pengusung Salafiyah modern. Caranya, dengan memadukan pendidikan
Islam dan modern. Dengan cara itulah diharapkan umat Islam bisa bangkit dan
mengejar ketertinggalannya dari dunia Barat.
5. POKOK-POKOK PEMIKIRAN SALAFIAH
a. Masalah
Aqidah
Aliran Salaf mengakui ke-Esa-an
Tuhan, mereka berusaha untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang
menyerupai-Nya tanpa menghilangkan sifat-sifat yang dimiliki-Nya. Tuhan tetap
mempunyai beberapa sifat dan nama tanpa mempermasalahkan lebih jauh. Begitu
pula tentang keyakinan sepenuhnya terhadap kerasulan Muhammad saw dan
syafa’atnya bagi orang-orang yang beriman dikemudian hari. Selanjutnya mereka
juga meyakini adanya hari kebangkitan sebagaimana yang diberitahukan oleh Al
Qur’an dan hadis-hadis Nabi tanpa mempertanyakan lebih jauh. Begitu pula
terhadap rukun Iman yang lain, mereka yakini sepenuhnya.[15]
b.
Masalah Muamalat
Hukum mengenai masyarakat yang di
bawa oleh Nabi Muhammad saw. berdasarkan pada:
1). Al Qur’an dan Sunnah mewajibkan
permusyawaratan dalam menetapkan hukum
2). Al Qur’an memerintahkan berbuat
adil, kebajikan, menciptakan rasa persamaan dan persaudaraan dengan
memperhatikan prikemanusiaan.
3). Al Qur’an dan Sunnah mencegah
peperangan yang bersifat permusuhan antara satu golongan dengan yang lain
4.) Al Qur’an dan Sunnah berusaha
memperbaiki nasib kaum wanita dan orang-orang yang miskin.
5). Al Qur’an dan Sunnah sudah
menjelaskan perbedaan hak dalam masyarakat. Adapun praktek dasar tersebut telah
dicontohkan oleh Rasulullah, sahabat-sahabat dan tabi’in serta tabi’ tabi’in,
dan dapat disesuaikan dengan perkembangan masyarakat tanpa menyalahi prinsip
tersebut di atas.
c.
Masalah Ilmu
Orang-orang Salaf hanya mempelajari
dan mengamalkan ilmu yang bermanfaat. Mereka menjauhkan diri dari ilmu
pengetahuan yang memberi mudharat yang tidak ada sumbernya dari Al Qur’an dan
Sunnah. Mereka hanya
menunjukkan ilmu yang bersumber dari al Qur’an dan Hadis. Mereka
menghindari tentang hal mempersoalkan masalah qadar.[16]
Oleh karena
itu, menurut mereka hanya ada tiga macam ilmu yaitu: Al Qur’an, hadis, dan apa
yang telah disepakati oleh orang-orang Islam.
6. Jejak Penyebaran Salafiyah
Sebagai
sebuah ajaran dan sekaligus gerakan, Salafiyah menyebar ke berbagai negara di
dunia Muslim. Di setiap wilayah, gerakan Salafiyah yang diusung para ulama dan
intelektual memiliki fokus perjuangan yang berbeda-beda.
Di Aljazair,
Ibnu Badis fokus pada reformasi di bidang pendidikan. Hal itu dilakukan sebagai
upaya untuk melawan kebijakan penjajah Prancis yang cenderung merugikan umat
Islam di wilayah itu. Ibnu Badis juga menggunakan Salafiyah sebagai sarana
untuk menyelamatkan identitas nasional, serta memerangi tarekat sufi.
“Bersama
ulama reformis lainnya, Ibnu Badis mendirikan Perhimpunan Ulama Aljazair,”. Peran
gerakan Salafiyah di negara itu sangat menonjol dalam memperjuangkan
kemerdekaan.
Gerakan
neo-Salafiyah juga muncul di Maroko pada abad ke-19. Adalah Abu Syu’aib
Al-Dukkali dan Muhammad Ibnu Al-Arabi Al-Alawi yang memimpin gerakan reformasi
itu. Gerakan itu juga banyak berjasa dalam perjuangan meraih kemerdekaan Maroko
lewat partai politik yang didirikan para pemimpin Salafiyah.
Di Tunisia,
pada awal abad ke-19 M, gerakan Salafiyah juga berkembang di bawah beberapa
ulama , seperti Basyir Shafar, Muhmamad Al-Tahir ibn Asyur, Muhammad Fadhil
Ibnu Asyur, serta Abdul Aziz Al-Tsa’alibi. Di negara itu, Partai Destour adalah
penganjur Salafiyah dan reformasi Islam.
Di India,
Sayyid Ahmad Khan (1817-1898) juga menggelorakan gerakan modernisme Islam.
Gerakan itu berdampak besar bagi reformasi di kalangan Muslim India. Di negeri
Hindustan juga muncul intelektual yang mendukung gerakan Salafiyah lainnya
bernama Muhammad Iqbal (1875-1938. Ia berupaya memadukan pendidikan Islam
dan Barat untuk mengatasi keterpurukan yang dihadapi umat Islam.
Gerakan
Salafiyah di Indonesia banyak dipengaruhi oleh ide dan gerakan pembaruan
Muhammad ibnu ‘Abd al-Wahhab di Jazirah Arab. Menurut Ensiklopedi Islam,
ide-ide Salafiyah pertama kali dibawa masuk ke kawasan Nusantara oleh beberapa
ulama asal Sumatera Barat pada awal abad ke-19 M, yang kemudian melahirkan
gerakan kaum Padri yang berlangsung dari 1803 hingga 1832. Salah satu tokoh
utamanya adalah Tuanku Imam Bonjol.[17]
7. PENGERTIAN IKHWANUL
MUSLIMIN
Ikhwanul Muslimin (الاخوان المسلمون)
sering hanya disebut (الإخوان) adalah salah satu jamaah dari umat Islam, mengajak
dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, hidup di
bawah naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw, dan diserukan oleh para Salafus Shalih, bekerja dengannya dan untuknya, keyakinan yang
bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang benar yang merasuk dalam akal
dan fikrah, syariah yang mengatur al-jawarih (anggota tubuh), perilaku dan politik.[18]
Ikhwanul muslimin adalah salah satu
jamaah dari umat Islam, mengajak dan menuntut ditegakkannya syariat Allah, hidup
di bawah naungan Islam, seperti yang diturunkan Allah kepada Rasulullah saw,
dan diserukan oleh para salafush-shalih, bekerja dengannya dan untuknya,
keyakinan yang bersih menghujam dalam sanubari, pemahaman yang benar yang
merasuk dalam akal dan fikrah, syariah yang mengatur al-jawarih (anggota
tubuh), perilaku dan politik. Mereka berdakwah kepada Allah. Komitmen dengan
firman Allah Taala,
ادْعُ
إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.”
(An-Nahl:125)
Dialog yang konstruktif, sebagai
jalan menuju kepuasan dan memberikan kepuasan bersandarkan pada al-hujjah
(alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil).
Kebebasan adalah keniscayaan, hak
mendasar yang telah Allah anugerahkan kepada setiap hamba-Nya, meski kulit,
bahasa dan aqidah mereka berbeda; Kebebasan berkeyakinan, beribadah,
mengungkapkan pendapat, berpartisipasi dalam membuat keputusan, dan hak untuk
memilih dari beberapa pilihan secara bebas dan bersih, sehingga tidak boleh ada
pengekangan hak untuk mendapatkan kebebasan, hak mendapatkan ketenangan,
sebagaimana seseorang tidak boleh berdiam diri dan pasrah pada setiap
permusuhan atau pengekangan terhadap kebebasannya.
Ilmu merupakan salah satu pondasi
tegaknya daulah Islamiyah, berprestasi tinggi bagian dari kewajiban setiap umat
agar dapat beramal menuju pengokohan iman dan sarana kemajuan umat, mendapatkan
ketenangan, merasakan kebebasan, menghadang permusuhan, menunaikan risalah
alamiyah (da’wah) seperti yang telah Allah gariskan, memantapkan nilai-nilai
dan ajaran-ajaran perdamaian, menghadang kediktatoran, imperialisme,
kezhaliman, dan perampasan kekayaan bangsa.
Dasar dari pendidikan, konsep,
akhlaq, fadhail, undang-undang, sistem, jaminan, nilai-nilai, dan perbaikan
adalah Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya yang jika keduanya dipegang oleh umat
maka tidak akan sesat selamanya.
Islam menurut pemahaman Al-Ikhwanul
Muslimun adalah sistem yang mengatur segala urusan kehidupan berbangsa dan
bernegara, mengatur hajat hidup manusia sepanjang masa, waktu dan tempat. Islam
lebih sempurna dan lebih mulia dibanding perhiasan kehidupan dunia, khususnya
pada masalah duniawi, karena Islam meletakkan kaidah-kaidah secara sempurna
pada setiap bagiannya, memberikan petunjuk ke jalan yang lurus dijadikan
sebagai manhajul hayat (life style), dipraktekkan dan selalu berada di atas
relnya.
Jika shalat merupakan tiang agama,
maka al-jihad adalah puncak kemuliaannya, Allah adalah tujuan, Rasul adalah
teladan, pemimpin dan panutan, sedangkan mati di jalan Allah adalah cita-cita
yang paling mulia. Jika keadilan menurut Al-Ikhwan adalah salah satu tonggak
setiap negara, maka persamaan merupakan bagian dari karakteristiknya, dan
undang-undang yang bersumber dari syariat Allah; agar dapat merealisasikan
keadilan yang mempertegas adanya persamaan.
Hubungan antara bangsa, negara, dan
umat manusia adalah hubungan gotong royong, saling membantu, dan bertukar
pikiran, sebagai jalan dan sarana kemajuan berdasarkan persaudaraan, tidak ada
intervensi, tidak ada pemaksaan kehendak, kekuasaan dan kediktatoran atau
pengkerdilan hak orang lain.
8. SEJARAH
IKHWANUL MUSLIMIN
Jamaah Ikhwanul Muslimin berdiri di
kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan
pendiri Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya,
yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman
Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi. Ikhwanul Muslimin pada saat itu
dipimpin oleh Hassan al-Banna. Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul
Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum Ikhwanul Muslimin pada 24 September1930. Pada tahun
1932, struktur administrasi Ikhwanul Muslimin disusun dan
pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun
1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh
Muhibuddin Khatib.[19]
Kemudian pada tahun 1934, Ikhwanul
Muslimin membentuk divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk para
wanita yang ingin bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Walaupun begitu, pada tahun 1941 gerakan
Ikhwanul Muslimin masih beranggotakan 100 orang, hasil seleksi dari Hassan
al-Banna. Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut serta
dalam perang melawan Israel di Palestina. Saat organisasi ini sedang berkembang pesat,
Ikhwanul Muslimin justru dibekukan oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita
penculikan Naqrasyi di media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin
membuat semua orang curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin.
Secara misterius, pendiri Ikhwanul
Muslimin, Hassan al-Banna meninggal dunia karena dibunuh pada 12 Februari 1949. Kemudian, tahun 1950, pemerintah
Mesir merehabilitasi organisasi Ikhwanul Muslimin. Pada
saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa pembekuan Ikhwanul
Muslimin tidak sah dan inkonstitusional. Ikhwanul Muslimin pada tahun 1950
dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal 23 Juli 1952, Mesir
dibawah pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul
Muslimin dalam rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi
Juli.[20]
Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi Juli
adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer sepenuhnya,
dan tidak berpihak pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul
Muslimin menolak mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali
dibenci oleh pemerintah.
Ketika Anwar Sadat mulai berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang
dipenjara mulai dilepaskan. Menggantikan Hudhaibi yang telah meninggal pada
tahun 1973, Umar Tilmisani memimpin
organisasi Ikhwanul Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan
tidak bermusuhan dengan penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat ini juga menekan Ikhwanul Muslimin, dimana
Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir.
9. PRINSIP-PRINSIP IKHWANUL
MUSLIMIN
Sejak 1400 tahun lalu, nabi Muhammad
bin Abdullah menyeru masyarakat di kota Makkah, di atas bukit Safa:
قُلْ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ
مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الأمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ
وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah:
"Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu
Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu
kepada Allah dan Rasul Nya, Nabi yang umi yang beriman kepada Allah dan kepada
kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat
petunjuk".
(Al-A’raf:158)
Dakwah menjadi pemisah dalam
kehidupan secara menyeluruh, antara kehidupan masa lalu yang penuh dengan
kezhaliman, masa depan yang cemerlang dan gemerlap, dan masa kini yang penuh
dengan kesenangan, pemberitahuan yang gamblang dan transparan akan sistem yang
baru. Pembuat syariatnya adalah Allah, Yang Maha Mengetahui dan Maha Mendengar.
Penyampai risalahnya adalah nabi Muhammad saw, pembawa kabar gembira dan
peringatan. Kitab dan undang-undangnya adalah Al-Quran yang jelas dan terang.
Tentaranya adalah para salafush shalih, generasi pendahulu dari golongan
Muhajirin dan Anshar serta mereka yang datang dengan kebaikan. Itulah shibghah
Allah. Dan manakah shibghah yang terbaik selain shibghah Allah?
وَكَذَلِكَ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ
وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ
عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Qur'an) dengan
perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Qur'an)
dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Qur'an itu
cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara
hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.”
(As-syura:52)
Al-Quran adalah kumpulan dasar-dasar
kebaikan pada seluruh sisi kehidupan, kumpulan berbagai prinsip yang memisahkan
masyarakat pada jalannya menuju ketenangan, keamanan, kemajuan dan
kepemimpinan. Allah telah memberikan dalam Al-Quran kepada umat penjelasan
terhadap segala sesuatu, dasar-dasar dan prinsip-prinsip yang menjadi sumber
kekuatan dan potensi.
Beberapa prinsip yang termaktub
dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi-Nya saw yang harus dipegang teguh oleh insan
muslim, rumah tangga Islami, masyarakat Islami, negara dan umat Islam adalah:
a. Rabbaniyah; segala orientasi
individu, sosial atau negara, segala perbuatan, perilaku, pandangan dan politik
harus berkomitmen dengan apa yang diridhai Allah, mentaati perintah-Nya, dan
menjauhi larangan-Nya.
b. Menjaga jati diri manusia dari
hal-hal yang dapat membuat Allah murka, mulia dari segala yang rendah, dan
berusaha menggapai tingkat kesucian diri (ikhlas).
c. Beriman pada hari berbangkit,
hisab, pembalasan dan siksa.
d. Bangga dengan ikatan ukhuwah
sesama manusia dan melaksanakan hak-haknya.
e. Perhatian dengan peran wanita dan laki-laki sebagai
sekutu yang tidak dapat dipisahkan dalam membangun masyarakat, komitmen dengan
kesempurnaan, persamaan, dan menegaskan akan pentingnya peran keduanya dalam
pembangunan dan kemajuan masyarakat.
f. Kemerdekaan, kepemilikan dan
musyarakah, hak untuk hidup, bekerja, dan mendapatkan ketenangan adalah hak
mendasar setiap warga, di bawah naungan keadilan, persamaan dan undang-undang
secara adil.
g. Nilai-nilai dan akhlaq merupakan
jaminan ketenangan dan tegas dalam memerangi kemungkaran, kerusakan dan
pengrusakan.
h. Kesatuan umat merupakan hakikat
yang harus diwujudkan dan direalisasikan.
i. Jihad merupakan jalan satu-satunya
bagi umat.
j. Umat yang berambisi menggapai ridha ilahi dalam
perilaku dan perbuatan, politik dan orientasi, setiap individu bangga dengan
ikatan ukhuwah yang dapat menyatukan dan menyambung tali persaudaraan di antara
mereka, berusaha untuk hidup dengan bebas tidak pengkebirian dan penindasan,
pemahaman yang utuh, kesadaran dan keseriusan dalam merealisasikan
prinsip-prinsip, melebihi pemahaman dan perbuatan.
Sebagaimana beberapa prinsip yang
menjamin keabsahan di bidang ekonomi:
a. Tidak boleh menjadi perpanjangan tangan
orang-orang kaya dan mengindahkan fakir miskin
b. Diharamkannya riba
c. Diharamkannya menimbun harta
d. Diharamkannya monopoli
e. Memberikan penghargaan terhadap
kepemilikan pribadi yang dipergunakan untuk jamaah dan sesuai dengan syariat
Allah
10. MISI DAN TUJUAN DARI IKHWANUL
MUSLIMIN
Imam Al-Banna menyampaikan misi dan
tujuan yang ingin dicapai jamaah, beliau berkata:
“Kami menginginkan terbentuknya sosok individu muslim,
rumah tangga Islami, bangsa yang Islami, pemerintahan yang Islami, negara yang
dipimpin oleh negara-negara Islam, menyatukan perpecahan kaum muslimin dan
negara mereka yang terampas, kemudian membawa bendera jihad dan dakwah kepada
Allah sehingga dunia mendapatkan ketenteraman dengan ajaran-ajaran Islam.”[21] Sebagaimana beliau juga memfokuskan
dua target utama:
a. Membebaskan negeri Islam dari
kekuasaan asing, karena merupakan hak alami setiap manusia yang tidak boleh
dipungkiri kecuali orang yang zhalim, jahat atau biadab.
b. Mendirikan negara Islam, yang
bebas dalam menerapkan hukum Islam dan sistem yang Islami, memproklamirkan
prinsip-prinsip yang mulia, menyampaikan dakwah dengan bijak kepada umat
manusia. Jika hal ini tidak terwujudkan maka seluruh kaum muslimin berdosa,
akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah yang Maha Tinggi dan Maha
Agung karena keengganan mendirikan daulah Islam dan hanya berdiam diri.”
Imam Syahid juga menyampaikan tujuan
periodik yang harus dicapai oleh kaum muslimin, atau kaum muslimin dapat meraih
dua tujuan besar dengan teliti dan jelas:
a. Membentuk sosok muslim yang
berbadan kuat, berakhlaq sejati, berpikiran luas, mampu bekerja dan mencari
nafkah, beraqidah suci, beribadah yang benar, berjiwa sungguh-sungguh, pandai
mengatur waktu, disiplin dalam segala urusannya, dan bermanfaat bagi orang
lain, masyarakat dan negaranya.
b. Membentuk rumah tangga Islami;
memelihara adab-adab dan akhlaq-akhlaq Islami dalam segala aspek kehidupan
rumah tangga dan masyarakat. Jika sosok muslim itu baik secara aqidah, tarbiyah
dan tsaqafah, maka akan baik pula dalam memilih pasangan, mampu menunaikan hak
dan kewajibannya, dan berperan serta dalam pembinaan anak-anak dan bergaul
dengan orang lain, serta berpartisipasi dalam kebaikan di tengah masyarakat dan
umat.
Jika terbentuk rumah tangga Islami,
maka akan terwujud pula masyarakat muslim yang menyebar ke segala penjuru dan
aspek dakwah yang mengajak pada kebaikan dan memerangi keburukan dan
kemungkaran, memotivasi perbuatan baik dan produktif, memiliki sifat amanah,
memberi dan itsar.
Mencapai pada masyarakat Islami
hingga pada tahap pemilihan pemerintahan yang Islami, komitmen dengan syariat
Allah, menjaga hak-hak Allah dalam berbangsa dan bernegara, menjaga dan
memelihara hak-hak-Nya, komitmen dengan undang-undang kebebasan, keamanan, amal
dan perubahan, mengungkapkan pendapat dan mengikutsertakannya dalam musyarakah
dan mengambil keputusan.
Pemerintahan Islam yang didukung
oleh masyarakat muslim, menunaikan perannya sebagai khadimul ummah, digaji
dengannya, bergerak demi kebaikannya, pemerintahan ini membentuk anggotanya
komitmen dengan Islam dan ajarannya, menunaikan kewajibannya, membantu
non-muslim dari berbagai golongan masyarakat; demi merealisasikan eksistensi
umat dan persatuannya.
Berdirinya pemerintahan Islam yang
dipilih oleh masyarakat muslim secara bebas, pemerintahan yang komitmen dengan
syariat Allah sehingga melahirkan negara Islam yang diidamkan, negara yang
memimpin negara-negara Islam lainnya, menyatukan perpecahan, mengembalikan
kemuliaan dan harga dan mengembalikan negara mereka yang telah terampas.
Kepemimpinan negara Islam terhadap
negara yang dipimpin harus memiliki karakteristik, kemampuan dan pondasi
kepemimpinan, bukan hanya sekadar tuntutan namun sebagai realisasi dengan baik
dan memiliki pertanggungjawaban yang besar. Membentuk persatuan umat Islam
adalah suatu keniscayaan bukan kemustahilan, khususnya dalam bidang politik,
ekonomi, dan militer yang tidak ternilai.
Berdirinya daulah Islamiyah yang
bersatu atau kesatuan negara-negara Islam, mengembalikan eksistensi negara
kepada umat, mengokohkan perannya dalam peradaban dan perdamaian serta
ketenteraman di seluruh dunia, tanpa menggunakan kekuasaan dari kekuatan
lainnya.
Imam syahid berkata, “Sesungguhnya
seluruh kaum muslimin akan berdosa dan bertanggung jawab di hadapan Allah yang
Maha Tinggi dan Bijaksana karena keculasan mereka dalam menegakkan daulah
Islamiyah dan berdiam diri tidak mau mewujudkan negara Islam dan berpangku
tangan dari kezhaliman dan kejahatan sekelompok manusia di dunia saat ini,
berdiri dengan angkuh di hadapan negeri-negeri dan dunia Islam, menyerukan
prinsip-prinsip kezhaliman, meneriakkan suara kekejian, dan merampas hak-hak
asasi manusia, sehingga tidak ada yang mau berkorban untuk membebaskan umat dan
melakukan perlawanan demi berdirinya negara yang penuh dengan kebenaran,
keadilan, perdamaian, ketenteraman dan kebebasan.
Adapun tujuan yang ingin dicapai
negara Islam bersatu adalah tersebarnya Islam ke seluruh penjuru dunia dan
dakwah yang memiliki nilai-nilai, akhlaq dan adab, mengokohkan nilai-nilai
kebebasan, keadilan dan persamaan, ikhlas menghadap Allah, begitu berat beban
dan begitu agung peran yang dipandang orang sebagai khayalan, padahal menurut
kaum muslimin adalah merupakan kenyataan; karena umat Islam tidak mengenal
putus asa. tidak berhenti dalam berjalan, bekerja, dan memberi untuk mencapai
tujuan demi mengharap keridhaan Allah Taala.
11. SARANA IKHWANUL MUSLIMIN
Tujuan Al-Ikhwan Al-Muslimun erat
hubungannya dengan sarana yang membantu dan membuka jalan agar tercapai tujuan
yang diharapkan.
a. Insan Muslim
Jika pembentukan insan muslim
memiliki peran yang sangat mendasar dari beberapa misi dan tujuan menurut
Al-Ikhwan Al-Muslimun – maksud dari manusia di sini adalah sosok laki-laki dan
perempuan, anak kecil laki-laki dan perempuan, pemuda dan pemudi – maka sarana
untuk membentuk manusia yang memiliki karakter sejati dalam aqidah, keimanan,
pemahaman, amal dan kontribusinya adalah terangkum pada beberapa hal berikut:
1). Murabbi yang bergerak dalam
pembinaan dan pembentukan.
2). Metode yang tersusun dan manhaji.
3). Lingkungan yang memiliki ideologi
dan kemampuan memadai.
Jamaah Al-Ikhwan Al-Muslimun
memiliki perhatian yang sangat besar terhadap tarbiyah; karena hal itu
merupakan jalan menuju orisinalitas pemahaman, pembenaran dan pendisiplinan gerak
dan perbuatan, menjelaskan yang halal dan yang haram, yang wajib dan urgensi
kebangkitan dengannya, guna meraih ganjaran dan pahala dari sisi Allah.
Sebagaimana hal tersebut untuk mengokohkan dan memurnikan nilai-nilai dan
karakter ukhuwah, tsiqah dan ribat (hubungan erat), karena penopangnya adalah
Al-Quran dan Sunnah.[22]
Jika ada kesalahan pada salah satu dari tiga hakikat tersebut di atas maka akan
merusak semuanya, karena tidak ada keraguan dalam menelurkan pribadi muslim dan
wajihah yang memiliki konsern dalam memberi dan memantau (mutabaah) terhadap
tarbiyah kecuali dengan pemahaman yang benar dan utuh, mengerahkan segala
potensi yang dimiliki untuk menerapkan pemahamannya tersebut.
Ukuran dan tegaknya tarbiyah yang
benar dan muntijah yang sesuai dengan kapasitas akal manusia dan hatinya pada
ilmu, dzikir, amal dan kontribusi. Karena semua itu merupakan neraca
kecemerlangan yang seyogianya menjadi bagian dari kesetiaan dan loyalitasnya
dalam wirid harian, i’tikaf tahunan, qiyamullail, dan kesungguhannya terhadap
akhlaq yang mulia, tajarrud (ikhlas) dalam melakukan aktivitas kemaslahatan
umum dan menghindar dari kemaslahatan pribadi, memiliki prestasi yang baik
dalam ilmu dan pengetahuan, dan kesungguhannya dalam menunaikan perannya di
tengah keluarga dan masyarakatnya, di rumah dan tempat kerjanya.
Tentunya juga perhatian dan semangat
terhadap hafalan Al-Quran dan Hadits, mensinkronkan antara hafalan dan
pengamalan serta keagamaan yang memiliki perhatian yang sangat besar oleh
Al-Ikhwan Al-Muslimun, komitmen dengan manhaj yang bersumber dari Al-Quran dan
sunnah, perhatian dalam membangun dan mendidik para pemuda, orang tua dan
anak-anak terhadap tanzhim dan tartib (sistem dan keteraturan), yang diiringi
oleh amal tarbawi; semangat dalam meraih target yang diinginkan dan ditentukan.
b. Rumah Tangga
Muslim
Jika rumah tangga muslim sebagai
tujuan kedua dari beberapa tujuan yang diinginkan oleh jamaah, maka sarana yang
dapat direalisasikan kepada pengaplikasian dan perwujudannya di muka bumi ini
yang menjadi perhatian jamaah adalah merealisasikan hal-hal yang dapat menuju
pada tujuan tersebut, di antaranya:
1). Memberikan kepada setiap muslim
perhatian yang diinginkan terhadap rumah tangganya baik terhadap suami atau
istri atau anaknya.
2). Memberikan aktivitas kewanitaan
haknya dalam membaca, menulis, liqa dan halaqah kewanitaan, dan kegiatan yang
dibutuhkan oleh kaum wanita.
3). Memilih pasangan wanita yang
shalihah dan pasangan lelaki yang shalih.
4). Mengikutsertakan anak pada
kegiatan dan aktivitas yang bermanfaat.
5). Membuat dan membentuk perangkat
yang dapat memelihara agenda keluarga dari berbagai tingkatannya, merinci
peranan wanita muslimah dalam berbagai kegiatan, aktivitas dan pembinaan.
6). Membersihkan suasana rumah tangga
muslim dari pelanggaran-pelanggaran, dalam bingkai pemberian pengetahuan yang
benar terhadap norma-norma dan pesan yang termaktub dalam Al-Quran dan Sunnah.
7). Membuat dalam kelompok dan halaqah
kewanitaan perpustakaan khusus wanita.
8). Berusaha menyingkirkan penghalang
yang dapat merubah rumah tangga muslim, materi dan non-materi.
c.
Masyarakat atau Bangsa yang Islami
Adalah sesuatu yang sulit untuk
diwujudkan atau dihadirkan penerapan ajaran Islam ke tingkat hukum dan
pemerintahan, kecuali melalui rakyat yang digerakkan oleh iman, memahami tujuan
dan misinya melalui Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul-Nya dan mengamalkan
keduanya. Pemerintahan yang Islami tidak akan berdiri dengan sendirinya namun
harus bersandarkan pada keimanan, dan pondasi dari pemahaman yang benar akan
mengintensifkan aktivitas, perjuangan dan usaha; mengharap ganjaran dan balasan
yang besar dari Dzat yang telah menurunkan Islam kepada Rasul-Nya SAW, untuk
disampaikan kepada manusia sehingga merasuk ke dalam jiwa mereka keimanan yang
murni, ke dalam akal dan pikirannya pemahaman yang utuh, serta ke dalam
al-jawarih dalam setiap perbuatan, perilaku, dan politik baik perbuatan dan
praktek.
Banyak tujuan utama yang diajukan
oleh imam Al-Banna, menguatkan pandangannya terhadap permasalahan dari berbagai
segi dan tingkatan, sebagaimana beliau mengungkapkan, “Harus ada fatrah (masa)
dalam rangka mensosialisasikan prinsip-prinsip yang dipelajari dan diamalkan
oleh bangsa, sehingga dapat memberikan pengaruh dalam kebaikan secara umum dan
tujuan yang agung terhadap kebaikan individu dan tujuan yang minimal.”
Beliau juga berkata, “Sarananya
bukanlah dengan kekuatan, karena dakwah yang benar adalah menyampaikan dakwah
ke dalam ruh/jiwa sehingga masuk ke dalam sanubari, mengetuk pintu hatinya yang
menutupi jiwanya. Mustahil jika menggunakan tongkat atau menggapai tujuan
dengan menggunakan panah yang tajam, namun sarana yang utama berada dalam hati
dan pemahaman, agar menjadi nyata dan gamblang.
Eksistensi masyarakat muslim atau
bangsa muslim adalah melalui pengenalan dan pembentukan. Rasulullah saw pernah
menfokuskan dakwahnya pada setiap jiwa para sahabat, saat beliau mengajaknya
untuk beriman dan beramal, menyatukan hati mereka dalam cinta dan persaudaraan,
hingga bersatu kekuatan aqidah menjadi kekuatan persatuan, demikian pula
seharusnya yang dilakukan para dai yang mengikuti jejak nabi saw, mereka
menyeru dengan ideologi dan menjelaskannya, mengajak mereka kepada dakwah; agar
beriman dan menerapkannya, bersatu dalam aqidah sehingga wawasan mereka terus
bersinar dan menyebar ke segala penjuru, ini semua merupakan sunnatullah dan
tidak ditemukan dari sunnah Allah perubahan.”
Jadi cara untuk mengeksistensikan
bangsa muslim adalah pengenalan terhadap Islam dan jamaah, membentuk akhlaq dan
nilai-nilai Islam, etika dan perilaku, melalui halaqah, sarana komunikasi,
melalui kitab, risalah, dialog dan dakwah fardiyah. urgensi fokus tarbiyah
berdasar orisinalitas dan ta’ziz (pengokohan) nilai-nilai pengorbanan dan
kontribusi.
d. Pemerintahan
Islami
Al-Ikhwan mengangkat syiar dan komitmen
dengannya melalui pemahaman mereka terhadap Islam, pengaplikasian dan komitmen
dengan nilai-nilainya. Hal ini seperti yang telah digariskan oleh imam Syahid
dalam ungkapannya, “Al-Ikhwan Al-Muslimun tidak menuntut diterapkannya hukum
Islam untuk diri mereka sendiri, jika ada dari segolongan umat yang siap
mengemban amanah yang berat ini dan mampu menunaikan amanah dan hukum dengan
manhaj Islam dan Al-Quran, maka mereka adalah prajurit dan tentara penolongnya.
Al-Ikhwan bukan para pencari hukum atau dunia, hukum menurut mereka bukan
tujuan utama, namun sebagai wasilah dan amanah, tanggung jawab dan beban yang
berat.” Beliau menambahkan, “Ikhwan sangat piawai dan cerdas dari mendahulukan
terhadap hukum dan umat, maka harus diberikan waktu untuk bisa menyebarkan
prinsip-prinsip yang dapat diketahui oleh bangsa; bagaimana bisa memberikan
pengaruh terhadap maslahat umum, bagaimana bisa bangkit dengan perannya.”
Maknanya adalah bahwa bangsa yang Islami adalah sarana menuju pemerintahan
Islami, dan bangsa yang Islami memiliki hak dalam memilih pemerintahannya, dan
memberikannya kepada siapa saja yang diinginkan.
e. Negara Islam
Tujuan kelima dan berpengaruh adalah
daulah Islam yang membimbing negeri-negeri Islam kepada persatuan, menyatukan
perpecahan umat Islam, mengembalikan negeri mereka yang terampas, sarana untuk
mendirikannya harus melalui agenda yang tersusun rapi. Karena itu dakwah yang
satu, tanzhim yang satu, konsep yang terpadu dan tarbiyah yang satu yang
bersumber dari Kitabullah dan sunnah nabi-Nya; tauhid, tanzhim, tertata dalam
barisan, tersusun secara rapi, bersatu dalam tujuan dan misi, berpedoman pada
sarana yang kokoh guna mencapai kepada negara yang diidamkan.
f. Negara Islam
yang satu
Tujuan keenam adalah mendirikan
negara Islam yang bersatu, atau perserikatan negara-negara Islam, yang
tergabung dalam negara mayoritas muslim. Negara yang satu di bawah pemimpin
tunggal, yang berperan dalam pengokohan komitmen terhadap syariat Allah dan
penerapannya, memuliakan risalah-Nya, bangga dengan eksistensi Islam di kancah
dunia. Adapun sarananya adalah melalui pendahuluan yang benar, berdasar pada
kaidah-kaidah yang bersih dan baik, sehingga menjadi bagian dari kemunculan
wacana Islam di setiap negeri hingga pada akhirnya dapat merealisasikan agenda
terbesar.
g. Negara Islam
Internasional
Adapun tujuan ketujuh adalah usaha
menegakkan daulah Islamiyah secara internasional, sehingga dapat mengokohkan
hak setiap insan dimana mereka berada –baik kebebasan, keamanan, mengeluarkan
pendapat dan ibadah, hingga mencapai pada berdirinya negara Islam bersatu–
menunjukkan sarana penjamin terealisasinya agenda utama. Hal tersebut bukanlah
mimpi namun kenyataan yang telah diberitakan oleh Rasulullah saw.
Jika daulah Islam dibangun atas
dasar keimanan dan bangkit berdasarkan keimanan, sebagaimana potensi yang
membentang dengan kekuatan dan kemampuan menuju jalan dan tujuan, berpedoman
pada ilmu sebagai dasar dan sarana menggapai kemajuan, filter dan kesejahteraan
umat. Kemajuan ilmu dan teknologi yang dibanggakan oleh Amerika secara khusus
dan dunia Arab dan kaum muslimin menjelaskan akan urgensi ilmu dalam melengkapi
persenjataan modern, guna menjaga dan melindungi diri dari musuh, menghadapi
rekayasa dan politik kekuasaan, dan mengungkap kekerdilan pemerintahan negara
Arab dan umat Islam, ketika tunduk pada blokade, saat mereka berkomitmen dengan
perjanjian padahal musuh-musuhnya tidak pernah komitmen dengannya sehingga
kekuatan berada pada mereka dibanding negara Arab dan umat Islam.
Islam menjadikan ilmu sebagai
kewajiban, memotivasi umat untuk menuntutnya dan menguasainya sekalipun tidak
berada di negerinya sendiri. Rasulullah saw bersabda, “Menuntut ilmu wajib bagi
setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Dan sebagaimana disabdakan, “Tuntutlah
ilmu walau sampai ke negeri China.”
[6] Amir al-Jazzar “Fatwa-fatwa Ibnu Taimiyah” ( Jakarta,
Pustaka Sahifa, 2003)
[9] Taib
Thahir Abdul Muin, Prof, Dr, “ Ilmu Kalam” (Jakarta,Inhil Jaya, 1986)
[11] Ahmad
Bin Hasan “ Fathur Rahman “ ( Surabaya, Kitab Al-Hidayah, 1322 H)
[12] Al-Mahami, Hasan,
Kamil, Muhammad ” Ensiklopedi Tematis Al-Qur’an “ Jakarta, PT Kharisma Ilmu,
2005.
[14] M.Yusuf, Kadar “ Studi Al – Quran” ( Jakarta,
Amzah,2009).
[15] Amiruddin,
Zen “ Ushul Fiqih “ (Yogyakarta, Sukses Offset, 2009)
[16] Have,Van,
Baru,Ichtiar “ Ensiklopedi Islam “ ( Jakarta, Ikrar Mandiri Pribadi, 1998).
[20] Hasan Al-Banna, "Risalah Pergerakan Ikhwanul
Muslimin (Buku ke-1)", Cetakan ke-12, 2005, Era Intermedia, Solo.
[21] Qaradhawi, DR. Yusuf
(2001), Umat Islam Menyongsong Abad ke-21, Era Intermedia, Solo, ISBN 979-9183-56-1 pp. 92
[22] Khalil
Imanuddin. 1994. Pengantar Islamisasi Ilmu Pengetahuan dan Sejarah. Jakarta Media Dakwah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar